Memasuki Hari Perhentian
S
|
elama ini,
cukup banyak dari kita yang telah menerima janji atau pesan Firman dari Tuhan,
namun yang seringkali kita lakukan setelah menerima janji tersebut adalah
berjuang dan berdaya upaya dengan kekuatan manusiawi kita untuk menggenapi
janji tersebut. Satu hal yang perlu kita ketahui, jika kita terus bergumul
untuk mewujudkan janji Tuhan dalam kekuatan manusiawi kita, pada akhirnya kita
justru hanya akan melahirkan “Ismael”. Saya tegaskan, Tuhan tidak menghendaki
adanya “Ismael-Ismael” lain lahir di bumi ini karena ketidaktaatan atau
kemanusiawian kita. Itu sebabnya Ia menyediakan bagi kita satu hari perhentian
di mana kita bisa berhenti dari segala pergumulan untuk mewujudkan janji dan
rencanaNYA.
“Sebab itu,
baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap
ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentianNYA masih berlaku.
Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka,
tetapi Firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh
bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. Sebab kita yang beriman,
akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: “Sehingga Aku
bersumpah dalam murkaKU: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKU,” sekalipun
pekerjaanNYA sudah selesai sejak dunia dijadikan.
Sebab tentang
hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas: “Dan Allah berhenti pada hari
ketujuh dari segala pekerjaanNYA.” Dan dalam nas itu kita baca: “Mereka takkan
masuk ke tempat perhentianKU.” Jadi sudah jelas, bahwa ada sejumlah orang akan
masuk ke tempat perhentian itu, sedangkan mereka yang kepadanya lebih dahulu
diberitakan kabar kesukaan itu tidak masuk karena ketidaktaatan mereka. Sebab
itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu “hari ini”, ketika Ia setelah sekian lama
berFirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: “Pada hari ini,
jika kamu mendengar suaraNYA, janganlah keraskan hatimu!” Sebab, andaikata
Yosua telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan
berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain. Jadi masih tersedia suatu hari
perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah. Sebab barangsiapa telah masuk ke
tempat perhentianNYA, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti
Allah berhenti dari pekerjaanNYA” (Ibrani 4:1-10)
1. Tuhan
memang sudah menyediakan hari perhentian bagi setiap orang percaya, tetapi
hanya mereka yang berimanlah yang akan dapat menikmatinya (ayat 7). Yang dimaksud
dengan ‘hari ini’ dalam ayat 7 adalah sebuah hari perhentian: waktu di
mana setiap kita sebagai orang percaya, setelah menerima janji Tuhan, tidak
perlu lagi bersusah payah untuk membuat janji itu terwujud; kita hanya
perlu mengerjakan apa yang menjadi bagian kita dan mempersiapkan apa
yang memang perlu kita persiapkan. Selama kita masih terus bergumul
untuk dapat mewujudkan apa yang menjadi janji itu, itu berarti kita
belum memasuki hari perhentianNYA. Selama kita masih terus berjerih
lelah untuk menanggulangi masalah kita dan belum sepenuhnya menikmati
kemenangan yang memang menjadi bagian kita, itu berarti kita masih belum
berada pada hari perhentianNYA.
Alkitab
berkata bahwa hari perhentian itu hanya akan bisa kita masuki ketika
iman ada dalam hidup kita. Dengan kata lain, tidak semua orang Kristen
akan bisa menikmati hari perhentian Tuhan; itu sebabnya kita sering
mendapati ada orang-orang percaya yang masih terus jatuh bangun dalam
pergumulan dan masalah. Dalam ayat 10 Alkitab berkata dengan jelas, “Sebab
barangsiapa telah masuk ke tempat perhentianNYA, ia sendiri telah berhenti
dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaanNYA”.
Karena itu, ini saatnya kita berhenti dari segala pergumulan kita; masukilah
hari perhentianNYA dan nikmati semua yang Tuhan sudah sediakan bagi
kita.
2. Iman baru
akan muncul dalam diri kita pada saat kita ‘meramu’ Firman yang kita terima
dengan kesadaran penuh tentang siapa yang sedang berFirman kepada kita. Dalam Ibrani 4
di atas, Alkitab menjelaskan bahwa ada sekelompok orang yang bahkan
setelah mendengarkan banyak Firman tetap tidak bisa masuk ke dalam hari
perhentianNYA. Mengapa? Karena meskipun mereka menerima atau mendengarkan
Firman, iman tidak muncul dalam diri mereka. Ayat 2 berkata, “Karena
kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka,
tetapi Firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak
bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya.”
Dengan kata lain, sebelum kita bisa masuk ke dalam hari perhentian
Tuhan, pastikan iman itu sudah tumbuh dalam diri kita. Tanpa kita
membuat Firman dan iman bekerja bersama-sama, kita tidak akan pernah bisa
masuk ke dalam hari perhentianNYA.
Selama ini
kita berpikir bahwa dengan kita sering kita mendengarkan Firman, secara
otomatis iman akan timbul, tapi saya mendapati bahwa iman tidak akan
bertumbuh begitu saja hanya karena kita mendengar Firman. Ada satu
bagian dari Alkitab dalam Roma 10:17 yang kurang kita perhatikan dan inilah
yang membuat iman tidak muncul dalam diri kita: “Jadi, iman timbul dari
pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus.” Jika dibuatkan rumusnya,
kurang lebih akan seperti ini: Iman = Pendengaran + Firman Kristus.
Persoalannya,
kita sudah mendengar Firman berkali-kali, tapi sampai hari ini iman
masih belum juga muncul dalam hidup kita. Kenapa? Pasti karena pengertian
‘mendengar’ dalam ayat itu bukan hanya sekedar mendengar begitu saja.
Ketika saya mempelajari dari Alkitab, saya mendapati jawabannya ada dalam
Roma 4:19: “Imannya [Abraham] tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui,
bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira
seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.” Abraham sedang
berada dalam sebuah situasi di mana Firman Tuhan sudah datang, namun Firman
tersebut bertentangan dengan kondisi hidup yang ia alami.
Pada umumnya,
ketika kita menerima sebuah Firman dari Tuhan, Firman tersebut membuat
kita menjadi bersemangat dan bergairah, tapi pada saat kita mulai
menghadapi realita yang bertentangan dengan Firman yang kita terima itu
dalam hidup sehari-hari, perlahan tapi pasti semangat kita mulai pudar
dan kemudian hilang. Akan tetapi dalam kasus Abraham kita mendapati, meskipun
realita yang ia hadapi bertentangan dengan Firman yang Tuhan beri, iman
Abraham justru makin diperkuat. Seharusnya ini jugalah yang terjadi
dalam setiap kita; ketika Firman itu datang, lepas dari apapun situasi
dan kondisi yang sedang terjadi, iman kita akan semakin diperkuat, jika
kita ‘mendengar Firman itu dengan benar’.
Apa yang
dimaksud dengan ‘mendengar Firman dengan benar’? Ayat 20-21 berkata,
“Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan,
malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh
keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.”
Meskipun kita mendengar Firman berulang kali, tanpa kita mendengarkan Firman
dengan sebuah pemahaman dan kesadaran penuh bahwa yang sedang berFirman
kepada kita adalah Allah sendiri, iman tidak akan pernah muncul dari
dalam diri kita. Ketika kesadaran tentang siapa yang berFirman mulai muncul
dalam diri kita, maka sepatah kata sederhana dari Tuhan akan sanggup
mengubahkan segalanya.
3. Jenis
pengenalan akan Tuhan yang kita butuhkan untuk mulai memiliki iman akan dapat
kita peroleh dengan kita membangun kualitas hubungan yang benar dengan bapa
rohani kita. Dalam
Kejadian 26:1, Alkitab menceritakan bahwa sedang terjadi kelaparan di
negeri orang Filistin, tapi dalam ayat 12 Alkitab berkata bahwa Ishak bisa
menuai hasil seratus kali lipat, karena ketika di tahun itu Ishak menabur,
iapun menuai. Pertanyaannya, di tengah musim kelaparan di mana tanaman
tidak menghasilkan apapun, apa yang sebenarnya ditabur oleh Ishak? Ketaatannya,
ia menaburkan hidupnya sendiri dalam ketaatan. Ishak menikmati hari
perhentiannya justru di tengah musim kelaparan; saya yakin hal yang sama
akan terjadi dalam hidup banyak dari antara kita.
Pertanyaannya,
bagaimana Ishak bisa menikmati hari perhentian itu? Karena ada iman
dalam hidupnya. Bagaimana iman itu bisa muncul? Ketika Ishak mendengar
Tuhan berFirman, ia meresponi Firman tersebut dengan sebuah kesadaran
bahwa yang sedang berFirman kepadanya adalah Allah yang menyebut diriNYA
“Jehova Jireh” (ayat 2). Itu sebabnya ketika Ishak taat, ketaatannya
membuat penyertaan Tuhan nyata atas hidupnya.
Pertanyaan
selanjutnya: bagaimana Ishak bisa memiliki pengenalan akan Allah sebagai
Jehova Jireh? Jawabannya ada dalam Kejadian 22 ketika Ishak ada di atas
mezbah, siap untuk disembelih oleh Abraham. Bahkan dalam Kejadian 26:3
Tuhan berFirman, “Tinggallah di negeri ini sebagai orang asing, maka Aku
akan menyertai engkau, sebab kepadamulah dan kepada keturunanmu akan Kuberikan
seluruh negeri ini, dan Aku akan menepati sumpah yang telah Kuikrarkan
kepada Abraham, ayahmu.” Dengan kata lain, oleh karena Ishak terhubung
kepada Abraham sebagai anak, janji yang Tuhan berikan kepada Abraham secara
otomatis menjadi janji Ishak juga.
Sebagai satu
jemaat, Tuhan memberikan kepada kita sebuah anugerah atau kesempatan
untuk dapat menikmati pengenalan akan Tuhan tanpa kita harus bersusah
payah. Kapan hal itu akan terjadi? Ketika kita mulai membangun kualitas
hubungan yang benar dengan bapa rohani kita. Selama kita hanya menjadi
jemaat dan bukan seorang anak rohani, kondisi dan situasi yang ada harus
kita hadapi dengan pengenalan akan Tuhan yang ‘apa adanya’ yang sudah
kita miliki. Ishak sendiri tidak memiliki pengenalan akan Tuhan seperti
yang seharusnya pada waktu itu, tapi ia terhubung dengan Abraham dan
dengan demikian terhubung kepada pengenalan akan Tuhan yang Abraham
telah miliki (Kejadian 22), sehingga ketika ia menghadapi bencana
kelaparan (Kejadian 26), pengenalan akan Tuhan yang ia terima lewat
Abraham itu memberikan kemampuan kepadanya untuk ia dapat mengatasi
bencana kelaparan yang ada dan berkemenangan.
Karena itu,
jangan lagi hanya berfungsi sebagai seorang jemaat biasa, tapi mulailah
fungsikan dirimu sebagai seorang anak rohani. Sebagai seorang jemaat,
untuk engkau dapat melihat lahirnya iman dan menikmati hari perhentianmu,
engkau perlu memiliki pengenalan akan Tuhan yang sehat dan seimbang
seperti yang telah dimiliki oleh bapa rohanimu; tapi untuk engkau bisa memiliki
pengenalan akan Tuhan seperti yang dimiliki oleh bapa rohanimu, engkau
harus terlebih dahulu terhubung dengan benar dengan bapa rohani.
Oleh sebab
itu, sama seperti Ishak belajar mengenali isi hati Abraham; atau Elisa
mengenali isi hati Elia; atau Daud mengenali isi hati Samuel, belajarlah
untuk mengenali apa yang menjadi isi hati bapa rohanimu dan dengan
sendirinya engkau akan mulai memiliki pengenalan akan Tuhan seperti yang
mereka sudah miliki. Ijinkan konsep pikir dan sikap hatimu mengalami perubahan
sepenuhnya, sehingga apa yang Tuhan sudah berikan kepada bapa rohanimu
akan bisa engkau nikmati sepenuhnya sebagai seorang anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar