Jumat, 21 Juni 2013

Hari Sabat





Memasuki Hari Perhentian
S
elama ini, cukup banyak dari kita yang telah menerima janji atau pesan Firman dari Tuhan, namun yang seringkali kita lakukan setelah menerima janji tersebut adalah berjuang dan berdaya upaya dengan kekuatan manusiawi kita untuk menggenapi janji tersebut. Satu hal yang perlu kita ketahui, jika kita terus bergumul untuk mewujudkan janji Tuhan dalam kekuatan manusiawi kita, pada akhirnya kita justru hanya akan melahirkan “Ismael”. Saya tegaskan, Tuhan tidak menghendaki adanya “Ismael-Ismael” lain lahir di bumi ini karena ketidaktaatan atau kemanusiawian kita. Itu sebabnya Ia menyediakan bagi kita satu hari perhentian di mana kita bisa berhenti dari segala pergumulan untuk mewujudkan janji dan rencanaNYA.
“Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentianNYA masih berlaku. Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi Firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya. Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: “Sehingga Aku bersumpah dalam murkaKU: Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKU,” sekalipun pekerjaanNYA sudah selesai sejak dunia dijadikan.
Sebab tentang hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas: “Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaanNYA.” Dan dalam nas itu kita baca: “Mereka takkan masuk ke tempat perhentianKU.” Jadi sudah jelas, bahwa ada sejumlah orang akan masuk ke tempat perhentian itu, sedangkan mereka yang kepadanya lebih dahulu diberitakan kabar kesukaan itu tidak masuk karena ketidaktaatan mereka. Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu “hari ini”, ketika Ia setelah sekian lama berFirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNYA, janganlah keraskan hatimu!” Sebab, andaikata Yosua telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain. Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah. Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentianNYA, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaanNYA” (Ibrani 4:1-10)
1. Tuhan memang sudah menyediakan hari perhentian bagi setiap orang percaya, tetapi hanya mereka yang berimanlah yang akan dapat menikmatinya (ayat 7). Yang dimaksud dengan ‘hari ini’ dalam ayat 7 adalah sebuah hari perhentian: waktu di mana setiap kita sebagai orang percaya, setelah menerima janji Tuhan, tidak perlu lagi bersusah payah untuk membuat janji itu terwujud; kita hanya perlu mengerjakan apa yang menjadi bagian kita dan mempersiapkan apa yang memang perlu kita persiapkan. Selama kita masih terus bergumul untuk dapat mewujudkan apa yang menjadi janji itu, itu berarti kita belum memasuki hari perhentianNYA. Selama kita masih terus berjerih lelah untuk menanggulangi masalah kita dan belum sepenuhnya menikmati kemenangan yang memang menjadi bagian kita, itu berarti kita masih belum berada pada hari perhentianNYA.
Alkitab berkata bahwa hari perhentian itu hanya akan bisa kita masuki ketika iman ada dalam hidup kita. Dengan kata lain, tidak semua orang Kristen akan bisa menikmati hari perhentian Tuhan; itu sebabnya kita sering mendapati ada orang-orang percaya yang masih terus jatuh bangun dalam pergumulan dan masalah. Dalam ayat 10 Alkitab berkata dengan jelas, “Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentianNYA, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaanNYA”. Karena itu, ini saatnya kita berhenti dari segala pergumulan kita; masukilah hari perhentianNYA dan nikmati semua yang Tuhan sudah sediakan bagi kita.
2. Iman baru akan muncul dalam diri kita pada saat kita ‘meramu’ Firman yang kita terima dengan kesadaran penuh tentang siapa yang sedang berFirman kepada kita. Dalam Ibrani 4 di atas, Alkitab menjelaskan bahwa ada sekelompok orang yang bahkan setelah mendengarkan banyak Firman tetap tidak bisa masuk ke dalam hari perhentianNYA. Mengapa? Karena meskipun mereka menerima atau mendengarkan Firman, iman tidak muncul dalam diri mereka. Ayat 2 berkata, “Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi Firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya.” Dengan kata lain, sebelum kita bisa masuk ke dalam hari perhentian Tuhan, pastikan iman itu sudah tumbuh dalam diri kita. Tanpa kita membuat Firman dan iman bekerja bersama-sama, kita tidak akan pernah bisa masuk ke dalam hari perhentianNYA.
Selama ini kita berpikir bahwa dengan kita sering kita mendengarkan Firman, secara otomatis iman akan timbul, tapi saya mendapati bahwa iman tidak akan bertumbuh begitu saja hanya karena kita mendengar Firman. Ada satu bagian dari Alkitab dalam Roma 10:17 yang kurang kita perhatikan dan inilah yang membuat iman tidak muncul dalam diri kita: “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus.” Jika dibuatkan rumusnya, kurang lebih akan seperti ini: Iman = Pendengaran + Firman Kristus.
Persoalannya, kita sudah mendengar Firman berkali-kali, tapi sampai hari ini iman masih belum juga muncul dalam hidup kita. Kenapa? Pasti karena pengertian ‘mendengar’ dalam ayat itu bukan hanya sekedar mendengar begitu saja. Ketika saya mempelajari dari Alkitab, saya mendapati jawabannya ada dalam Roma 4:19: “Imannya [Abraham] tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup.” Abraham sedang berada dalam sebuah situasi di mana Firman Tuhan sudah datang, namun Firman tersebut bertentangan dengan kondisi hidup yang ia alami.
Pada umumnya, ketika kita menerima sebuah Firman dari Tuhan, Firman tersebut membuat kita menjadi bersemangat dan bergairah, tapi pada saat kita mulai menghadapi realita yang bertentangan dengan Firman yang kita terima itu dalam hidup sehari-hari, perlahan tapi pasti semangat kita mulai pudar dan kemudian hilang. Akan tetapi dalam kasus Abraham kita mendapati, meskipun realita yang ia hadapi bertentangan dengan Firman yang Tuhan beri, iman Abraham justru makin diperkuat. Seharusnya ini jugalah yang terjadi dalam setiap kita; ketika Firman itu datang, lepas dari apapun situasi dan kondisi yang sedang terjadi, iman kita akan semakin diperkuat, jika kita ‘mendengar Firman itu dengan benar’.
Apa yang dimaksud dengan ‘mendengar Firman dengan benar’? Ayat 20-21 berkata, “Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.” Meskipun kita mendengar Firman berulang kali, tanpa kita mendengarkan Firman dengan sebuah pemahaman dan kesadaran penuh bahwa yang sedang berFirman kepada kita adalah Allah sendiri, iman tidak akan pernah muncul dari dalam diri kita. Ketika kesadaran tentang siapa yang berFirman mulai muncul dalam diri kita, maka sepatah kata sederhana dari Tuhan akan sanggup mengubahkan segalanya.
3. Jenis pengenalan akan Tuhan yang kita butuhkan untuk mulai memiliki iman akan dapat kita peroleh dengan kita membangun kualitas hubungan yang benar dengan bapa rohani kita. Dalam Kejadian 26:1, Alkitab menceritakan bahwa sedang terjadi kelaparan di negeri orang Filistin, tapi dalam ayat 12 Alkitab berkata bahwa Ishak bisa menuai hasil seratus kali lipat, karena ketika di tahun itu Ishak menabur, iapun menuai. Pertanyaannya, di tengah musim kelaparan di mana tanaman tidak menghasilkan apapun, apa yang sebenarnya ditabur oleh Ishak? Ketaatannya, ia menaburkan hidupnya sendiri dalam ketaatan. Ishak menikmati hari perhentiannya justru di tengah musim kelaparan; saya yakin hal yang sama akan terjadi dalam hidup banyak dari antara kita.
Pertanyaannya, bagaimana Ishak bisa menikmati hari perhentian itu? Karena ada iman dalam hidupnya. Bagaimana iman itu bisa muncul? Ketika Ishak mendengar Tuhan berFirman, ia meresponi Firman tersebut dengan sebuah kesadaran bahwa yang sedang berFirman kepadanya adalah Allah yang menyebut diriNYA “Jehova Jireh” (ayat 2). Itu sebabnya ketika Ishak taat, ketaatannya membuat penyertaan Tuhan nyata atas hidupnya.
Pertanyaan selanjutnya: bagaimana Ishak bisa memiliki pengenalan akan Allah sebagai Jehova Jireh? Jawabannya ada dalam Kejadian 22 ketika Ishak ada di atas mezbah, siap untuk disembelih oleh Abraham. Bahkan dalam Kejadian 26:3 Tuhan berFirman, “Tinggallah di negeri ini sebagai orang asing, maka Aku akan menyertai engkau, sebab kepadamulah dan kepada keturunanmu akan Kuberikan seluruh negeri ini, dan Aku akan menepati sumpah yang telah Kuikrarkan kepada Abraham, ayahmu.” Dengan kata lain, oleh karena Ishak terhubung kepada Abraham sebagai anak, janji yang Tuhan berikan kepada Abraham secara otomatis menjadi janji Ishak juga.
Sebagai satu jemaat, Tuhan memberikan kepada kita sebuah anugerah atau kesempatan untuk dapat menikmati pengenalan akan Tuhan tanpa kita harus bersusah payah. Kapan hal itu akan terjadi? Ketika kita mulai membangun kualitas hubungan yang benar dengan bapa rohani kita. Selama kita hanya menjadi jemaat dan bukan seorang anak rohani, kondisi dan situasi yang ada harus kita hadapi dengan pengenalan akan Tuhan yang ‘apa adanya’ yang sudah kita miliki. Ishak sendiri tidak memiliki pengenalan akan Tuhan seperti yang seharusnya pada waktu itu, tapi ia terhubung dengan Abraham dan dengan demikian terhubung kepada pengenalan akan Tuhan yang Abraham telah miliki (Kejadian 22), sehingga ketika ia menghadapi bencana kelaparan (Kejadian 26), pengenalan akan Tuhan yang ia terima lewat Abraham itu memberikan kemampuan kepadanya untuk ia dapat mengatasi bencana kelaparan yang ada dan berkemenangan.
Karena itu, jangan lagi hanya berfungsi sebagai seorang jemaat biasa, tapi mulailah fungsikan dirimu sebagai seorang anak rohani. Sebagai seorang jemaat, untuk engkau dapat melihat lahirnya iman dan menikmati hari perhentianmu, engkau perlu memiliki pengenalan akan Tuhan yang sehat dan seimbang seperti yang telah dimiliki oleh bapa rohanimu; tapi untuk engkau bisa memiliki pengenalan akan Tuhan seperti yang dimiliki oleh bapa rohanimu, engkau harus terlebih dahulu terhubung dengan benar dengan bapa rohani.
Oleh sebab itu, sama seperti Ishak belajar mengenali isi hati Abraham; atau Elisa mengenali isi hati Elia; atau Daud mengenali isi hati Samuel, belajarlah untuk mengenali apa yang menjadi isi hati bapa rohanimu dan dengan sendirinya engkau akan mulai memiliki pengenalan akan Tuhan seperti yang mereka sudah miliki. Ijinkan konsep pikir dan sikap hatimu mengalami perubahan sepenuhnya, sehingga apa yang Tuhan sudah berikan kepada bapa rohanimu akan bisa engkau nikmati sepenuhnya sebagai seorang anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar